Tugas
Individu MK. Sejarah Sastra
ANALISIS UNSUR EKSTRINSIK PADA
NOVEL “HARIMAU! HARIMAU! ” KARYA
MOCHTAR LUBIS
DISUSUN
OLEH:
DELIANA MAGDALENA
211 331 1014
Dik Eks-A 2011
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN
SASTRA INDONESIA
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MEDAN
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A.
PENGENALAN NOVEL
Judul
: HARIMAU! HARIMAU!
Tema
: Kehidupan Sosial
Pengarang
: Mochtar Lubis
Penerbit
: Yayasan Obor Indonesia
Tahun
Terbit : 2002
Tempat Terbit :
Jakarta
No. ISBN : 979-461-109-3y
Kriteria Buku :
terdiri dari 214 halaman. Ukuran 18 x 11 cm.
B.
BIOGRAFI SINGKAT PENULIS
Mochtar Lubis (lahir di Padang, Sumatera Barat, 7 Maret 1922 – meninggal di Jakarta, 2 Juli 2004 pada umur 82 tahun) adalah seorang jurnalis dan pengarang ternama asal Indonesia. Sejak zaman pendudukan Jepang ia telah dalam lapangan penerangan. Ia
turut mendirikan Kantor Berita ANTARA, kemudian mendirikan dan memimpin harian Indonesia
Raya yang telah dilarang terbit. Ia mendirikan
majalah sastra Horizon bersama-sama kawan-kawannya. Pada waktu pemerintahan rezim Soekarno, ia dijebloskan ke dalam penjara hampir sembilan tahun lamanya dan baru
dibebaskan pada tahun 1966.
Pemikirannya selama di penjara, ia tuangkan dalam buku Catatan Subversif
(1980).Pernah menjadi Presiden Press Foundation of Asia, anggota Dewan
Pimpinan International Association for
Cultural Freedom (organisasi CIA),
dan anggota World Futures Studies Federation. Novelnya, Jalan Tak Ada Ujung (1952 diterjemahkan ke bahasa
Inggris oleh A.H. John menjadi A Road With No End, London, 1968),
mendapat Hadiah Sastra BMKN
1952; cerpennya Musim Gugur menggondol hadiah majalah Kisah
tahun 1953; kumpulan cerpennya Perempuan (1956) mendapatkan Hadiah
Sastra Nasional BMKN 1955-1956; novelnya, Harimau!
Harimau! (1975), meraih hadiah Yayasan Buku Utama
Departeman P & K; dan novelnya Maut dan Cinta (1977) meraih Hadiah
Sastra Yayasan Jaya Raya tahun 1979. Selain itu, Mochtar juga menerima Anugerah
Sastra Chairil Anwar (1992).
BAB II
PEMBAHASAN
A.
SINOPSIS NOVEL HARIMA! HARIMAU!
Novel karya Mochtar Lubis ini menceritakan
kisah tujuh orang pencari damar yang diteror oleh seekor harimau. Novel ini sangat
digemari dan banyak mendapat tanggapan para pengamat sastra. Novel ini juga
berhasil mendapatkan hadiah Sastra Tingkat Nasional dari Yayasan Buku Utama
Depdikbud. Kisah novel yang diterbitkan pertama kali leh Pustaka Jaya tahun 1975
ini adalah sebagai berikit. Telah
seminggu Haji Rakhmat (Pak Haji), Wak Katok, Sutan, Talib, Sanip, Buyung, Pak
Balam berada di hutan mengumpulkan damar, tidak jauh dari pondok Wak Hitam.
Mereka bertujuh disenangi dan dihormati orang-orang kampung karena mereka
dikenal sebagai orang-orang sopan, mau bergaul, mau bergotong
royong, dan taat dalam agama. Wak
Katok membawa senapan yang dia percayakan kepada Buyung untuk merawat dan
mempergunakan. Karena mempunyai senapan, sambil mengumpulkan damar mereka
sering berburu rusa dan babi. Babi ini sering masuk huma Wak Hitam. Karena itu
pula terjalin perkenalan dengan Wak Hitam, bahkan mereka sering menginap
di Pondok Wak Hitam ini. Wak
Hitam adalah seorang laki-laki yang telah berusia 70 tahun. Orangnya kurus,
berkulit hitam, menyukai celana dan baju hitam. Ia senang tinggal
berbulan-bulan di hutan atau di ladangnya bersama Siti Rubiah, istri keempatnya
yang cantik dan masih muda belia. Wak Hitam pandai sihir dan memiliki ilmu
gaib. Menurut Wak Katok dalam hal ilmu gaib Wak Hitam adalah gurunya. Wak Hitam
senang mencari perawan muda untuk penyegar dirinya. Bila ia sakit dimintanya
istrinya mendekap tubuhnya, agar darah muda istrinya mengalir ke tubuhnya
dan ia akan sembuh kembali. Orang-orang
percaya bahwa Wak Hitam senang tinggal di hutan karena ia memelihara jin,
setan, iblis, dan harimau jadi-jadian Ada pula yang mengatakan bahwa Wak Hitam
mempunyai anak buah bekas pemberontak yang menjadi perampok dan penyamun yang
tinggal di hutan. Di samping itu ada pula yang mengatakan bahwa Wak Hitam
mempunyai tambang yang dirahasiakannya di dekat
ladangnya. Mereka bertujuh
sampai di pondok Wak Hitam sebelum malam tiba, Dengan gembira mereka menyantap
masakan Rubiah karena selama di hutan mereka belum pemah menikmati masakan yang
enak. Mereka pun tertarik akan keindahan tubuh Rubiah. Buyung anggota rombongan
termuda dan satu-satunya yang masih bujangan, tergila-gila akan kecantikan
Rubiah. Dalam hatinya ia membandingkan kelebihan Rubiah dari Zaitun tunangannya
di kampung. Sanip, Talip, dan Wak Katok sering tidak dapat menahan diri jika
duduk
berdekatan dengan Siti Rubiah. Pada
suatu hari mereka melihat hal-hal yang aneh ketika Wak Hitam sakit. Banyak
orang yang berpakaian serba hitam datang ke Pondok dan menyerahkan bungkusan
rahasia kepada Wak Hitam. Mereka juga menjumpai seorang tukang cerita dan juru
ramal di pondok tersebut. Berbagai ramalan disampaikan peramal itu tentang
jalan hidup Buyung, Sutan, Talib, dan Sanip. Pada suatu hari Wak Katok berkesempatan
mengintai Rubiah mandi di sungai. Hampir tak tertahankan berahi Wak Katok menyaksikan Rubiah
berkecipung mandi tanpa busana, Dalam perjalanan pulang ke pondok, dengan dalih
memberi manik-manik ditariknya Rubiah masuk ke dalam belukar. Pada kesempatan lain, Buyung pun mengintai
Rubiah mandi di sungai. Hampir tak terkendalikan gejolak batinnya menyaksikan
tubuh Rubiah yang menawan. Diberanikannya menghampiri Rubiah yang sedang mandi.
Akhirnya tercipta hubungan intim antara keduanya. Rubiah pun menceritakan
dirinya sampai jatuh ke tangan Wak Hitam dan penderitaan yang ditanggungnya.
Buyung merasa jatuh hati dan merasa wajib melindungi dan menyelamatkan Rubiah
dari tangan Wak Hitam. Hati dan perasaan keduanya terpadu dan membeku.
Terjadilah perbuatan terlarang yang tak dapat mereka kendalikan lagi. Mereka melalap
kepuasan masing-masing. Setelah
Buyung kembali ke tempat rombongan bermalam di hutan ia merasa bimbang dan
menyesal telah berbuat dosa. Ia ingin membebaskan Rubiah dengan menjadikannya sebagai istri tapi ia
masih tetap mencintai Zaitun. Suatu
hari Buyung, Wak Katok, dan Sutan berburu dan berhasil menembak seekor kijang
betina. Hal ini ternyata berakibat buruk bagi mereka. Ketika menguliti kijang
tersebut datang seekor harimau tua dan lapar yang sebenarnya telah mengintai
kijang itu lebih dahulu. Harimau ini penasaran karena mangsanya jatuh ke tangan
Buyung dan kawan-kawannya. Hanya karena ketuaan harimau saja menyebabkan ia
terlambat menyergap kijang itu. Kalau masih muda tentu sekali
terkam kijang itu sudah
dapat dimangsanya. Suatu
hari harimau itu menerkam Pak Balam yang sedang lengah dan diseretnya ke hutan.
Karena teriakan Pak Balam, teman-temannya datang menolong dan Pak Balam dapat
diselamatkan meskipun ia luka berat. Dalam keadaan lemah Pak Balam menceritakan
mimpi buruknya yang memaknakan perbuatan dosa yang telah dilakukannya selama ia
hidup. Ia juga menceritakan perbuatan- perbuatan dosa yang
telah dilakukan Wak Katok. Ketika
mereka meneruskan perjalanan pulang dengan mengusung Pak Balam, harimau
menerkam Talib. Atas usaha teman-teman, Talib yang telah luka berat dapat
direbut dari cengkraman harimau. Sebelum ia meninggal masih sempat mengaku
bahwa bersama Sanip ia pernah mencuri kerbau tetangga. Karena serangan-serangan harimau ini Pak Balam
minta agar teman-temannya mengakui perbuatan dosa yang pernah dilakukan agar
harimau utusan Tuhan ini tidak mengganggu mereka lagi. Hal ini membuat Sutan
jengkel dan merencanakan untuk membunuh Pak Balam. Tapi rencana
Sutan ini tidak kesampaian. Dalam
perjalanan berikutnya mereka berjumpa lagi dengan harimau lapar itu. Wak Katok
merebut senapan dari tangan Buyung dan berhasil melarikan diri dari rombongan
untuk menyelamatkan dirinya sendiri. Tetapi justru dia sendiri yang diterkam
harimau. Untung teman-temannya segera memberi pertolongan
dan ia dapat diselamatkan. Niat
buruk Wak Katok yang hendak mencelakakan Buyung dan Sanip dapat diketahui.
Anggota badan Wak Katok diikat dan tidak dilepas-lepas lagi. Wak Katok
dijadikan umpan dan diikatkan pada sebatang pohon. Pada saat harimau hendak
memangsa Wak Katok, Buyung melepaskan bidikan tepat mengenai sasaran dan
harimau pun mati. Kini mengertilah Buyung maksud kata-kata Pak Haji bahwa untuk
keselamatan kita hendaklah dibunuh dahulu harimau yang ada di dalam diri kita.
Untuk membina kemanusiaan perlu kecintaan sesama manusia. Seorang diri tidak
dapat hidup sebagai manusia. Buyung menyadari bahwa ia harus mencintai sesama
manusia dan ia akan sungguh-sungguh mencintai Zaitun. Buyung merasa lega bahwa
ia terbebas dari hal-hal yang bersifat takhyul, mantera-mantera, jimat yang
penuh kepalsuan dari Wak Katok.
B.
ANALISIS
UNSUR EKSTRINSIK PADA NOVEL HARIMAU! HARIMAU!
1.
NILAI SOSIAL
Nilai
sosial yang terdapat dalam kutipan novel tersebut adalah memberi pertolongan
kepada orang yang sedang sakit. Karena dalam kutipan diungkapkan, Wak Katok dan
teman-temannya memberi pertolongan kepada Pak Balam yang terluka (membersihkan,
mengobati, dan membalutnya), meminumkan obat yang mereka buat sendiri. Dapat
dilihat ari kutipan berikut ini:
Dari sebuah kantung
di dalam keranjang besarnya, Wak Katok mengeluarkan daun ramu-ramuan. Mereka
membersihkan luka-luka Pak Balam dengan air panas dan Wak Katok menutup luka
besar di betis dengan ramuan daun-daun yang kemudian mereka membungkus dengan
sobekan kain sarung Pak Balam. Wak Katok merebus ramuan obat-obatan sambil
membaca mantera-mantera, dan setelah air mendidih, air obat dituangkan ke dalam
mangkok dari batok kelapa. Setelah air agak dingin, Wak Katok meminumkannya
kepada Pak Balam sedikit demi sedikit. (hal 92-93)
Kemudian yang
kedua mengenai Wak Katok yang tidak sombong menunjukan semua keahlihan yang
dimilikinya tetapi digunakan untuk membant orang-orang. Berikut kutipannya: Wak Katok dikenal sebagai pemimpin yang
hebat karena memiliki ilmu yang banyak, namun sebenarnya ia menutupi
kekurangannya dengan kehormatan yang disandangnya dan menipu banyak orang. Sama
seperti kebanyakan pemimpin saat ini yang lebih menomorsatukan kemansyuran dan
memberi janji palsu pada rakyat. Pak Haji ialah tokoh yang memiliki pengetahuan
yang banyak, dan mengetahui kejahatan dan kelemahan Wak Katok, namun ia enggan
ikut campur dalam urusan orang lain. Sama seperti bangsa Indonesia sekarang
yang sebenarnya mampu memajukan Indonesia, namun mereka lebih memilih diam dan
pasif karena hilang kepercayaannya pada pemerintah. Sedangkan Buyung sebagai
kaum muda yang sesekali hanya mengikuti arus pemerintah namun terkadang juga
berani bangkit menuntut perubahan dan reformasi seperti yang dilakukan para
pemuda pada tahun 1998.
2.
NILAI MORAL
Esensi yang disampaikan pengarang
melalui novel Harimau ! Harimau ! ini ialah dalam keadaan tertekan
karena katakutan manusia bisa saja melakukan apa saja demi keselamatan diri
masing-masing. Dalam kondisi seperti ini manusia sudah dikuasai oleh nafsu-nafsu
jahat, seperti nafsu ingin menang sendiri, nafsu ingin memenuhi kepentingan
sendiri dengan segala cara, nafsu untuk membunuh, dan nafsu untuk berbuat
lalim. Dalam novel ini judul ditulis dengan menggunaka tanda seru di antara dua
kata Harimau ! Harimau !. Ini dimaksudkan bahwa harimau yang digambarkan
dalam novel tersebut bukan harimau yang biasa kita tahu melainkan harimau yang
meamgn disampaikan untuk menjadi istilah dari sifat seorang yang sama dengan
sifat harimau. Pesan moral yang bisa diambil dalam novel ini adalah
perkataan Pak Haji ketika hendak menghembus napas terakhirnya kepada Buyung dan
Sanip :
“Kemanusiaan hanya dapat dibina dengan
mencinta, dan bukan dengan membenci. Orang yang membenci tidak saja hendak
merusak manusia dirinya sendiri. Ingatlah hidup orang lain adalah hidup kalian
juga... sebelum kalian membunuh harimau yang buas itu, bunuhlah lebih dahulu
harimau dalam hatimu sendiri... mengertikah kalian... percayalah pada Tuhan.
Tuhan ada... manusia perlu bertuhan.” (Hal : 202)
Bentuk-Bentuk
moral baik dan buruk dalam novel Harimau ! Harimau ! sebagai berikut :
1. Kesabaran
merupakan sebuah keutamaan yang menghiasi diri seorang mukmin, di mana orang
itu mampu mengatasi berbagai kesusahan dan tetap berada dalam ketaatan kepada
Allah meskipun kesusahan dan cobaan itu begitu dahsyat.
Contoh
kesabaran pada tokoh Pak Haji dalam novel ini, ia yang meredakan segala keadaan
ketika pertikaian terjadi antara Wak Katok dan Buyung karena berebut kekuasaan.
2.
Ibadah
merupakan perkara tauqifiyah yang tidak ada satu bentuk ibadah yang
disyari’atkan kecuali berdasarkan Al-Qur-an dan As-Sunnah.
Contoh
peribatan dalam novel ini ialah semua tokoh sama-sama melaksanakan salat lima
waktu di pondok tempat mereka bermalam.
3. Penolong
merupakan seseorang yang rela untuk membantu meringankan beban atau penderitaan
orang yang kesusahan.
Penolong
dalam tokoh ini diperankan oleh Buyung, dimana dia menolong Pak Haji ketika
kepalanya hendak dipatuk ular berbisa di dalam hutan gelap.
4.
Rajin
bekerja merupakan sikap atau perbuatan seseorang dalam melaksanakan suatu
pekerjaan untuk mencapai sebuah kesuksesan.
Rajin
bekerja dalam novel ini digambarkan oleh semua tokoh, karena sama-sama bekerja
untuk masa depan masing-masing.
5.
Pengendalian
diri merupakan sikap dalam mengendalikan perasaan-perasaan atau pikiran yang
bersifat negatif.
Contoh
pengendalian diri diperankan oleh Pak Haji dalam berbagai suasana dalam novel
ini.
6. Penyesalan
adalah suatu perasaan di mana seseorang merasa bersalah/melakukan kesalahan
akan sesuatu dan ingin kembali ke masa saat melakukan kesalahan tersebut untuk
memperbaikinya.
Hampir semua
tokoh memerankan penyesalan ketika bahaya mengancam.
7. Konflik
merupakan suatu pertentangan atau percekcokan akibat kurangnya kepercayaan
seseorang kepada orang lain.
Konflik yang
digambarkan oleh Wak Katok, Buyung, dan Sanip ini sangat jelas dalam novel ini
yang juga menjadi salah satu adengan yang menarik.
8. Bohong yaitu
mengatakan sesuatu yang tidak benar kepada orang lain, dan orang yang tidak
berkata jujur kepada orang lain, maka orang itu dikatakan orang yang munafik.
Contoh
bohong dalam kehidupan yang ada pada novel Harimau ! Harimau ! ada pada
semua tokoh. Misalnya Wak Katok yang menjadi dukun palsu, menggunakan jimat
palsu.
3. NILAI AGAMA
Nilai
agama yang terungkap pada noverl ini yaitu adalah menasehati orang-orang yang
telah berbuat kejahatan melakukan tobat dan minta ampun atas dosa-dosa meminta
ampun kepada Tuhan dengan cara bersujud selalu, mengakui kesalahan dan
dosa-dosa yang dilakukan berbicara dengan membuka mata dan memandang awan.
Terdapat dalam kutipan sebagai berikut: Kemudian
Pak Balam membuka matanya dan memandang mencari muka Wak Katok. Ktika pandangan
mereka bertaut, Pak Balam berkata kepada Wak katok, "Akulah dosa-dosamu,
Wak katok, dan sujudla kehadirat Tuan. Mintalah ampun keada Tuhan yang maha
penyayang dan maha pengampun, akuilah dosa-dosamu, juga supaya kalian dapat
selamat keluar dari rimba ini, terjatuh dari bahaya yang dibawa
harimau......biarlah aku yang menjad korban......"(hal 206)
Kemudian ada lagi pada saat Pak Balam menghebuskan nafas
terakhirnya dikarenakan Wak Katok meminumkan obat-obatan kepada Pak Balam
terdapat nilai agama, dimana Wak Katok memberikan racun kepada Pak Balam.
Seperti pada kutipan: La ilaha illallah
La ilaha illalah, dieling oleh erang kesakitannya. Kemudian ketika dia lebih
tenang, dia memandangi kawan-kawannya kembali, lalu berkata: “sudah sampai
aja;ku kini. Rupanya aku mesti menebus dosaku.” (hal 93)
4. NILAI BUDAYA
Permasalahan tentang perkawinan yang merupakan
penggambaran obsesi Mochtar Lubis dalam novel Harimau! Harimau! yaitu tidak
adanya kebahagiaan dalam perkawinan. Perkawinan diartikan sebagai sesuatu yang
tidak perlu dikaitkan dengan dasar-dasar, nilai-nilai, dan norma-norma
tertentu. Ia boleh saja dibentuk atau ditiadakan sekiranya kedua pasangan
berkeinginan untuk itu. Jadi kehadiran lembaga perkawinan tidak ada artinya,
tidak perlu adanya. Calon suami dan calon istri boleh saja membentuk suatu
ikatan perkawinan jika mereka berdua berkeinginan untuk itu. Begitu pula
terhadap pasangan suami istri, mereka boleh memutuskan ikatan perkawinannya
jika mereka tidak bersesuaian lagi tanpa melalui suatu tatanan nilai-nilai atau
norma-norma tertentu. Latar belakang atau penyebab tidak adanya kebahagiaan
dalam perkawinan karena suami sudah tua dan “lemah”, suami sibuk dan lama
berada di luar rumah dan keterbatasan perekonomian suami dalam mencukupi
kebutuhan rumah tangga. Akibat dari tidak adanya kebahagiaan dalam perkawinan
dapat menimbulkan berbagai macam fenomena sosial. Baik yang berasal dari dalam
diri, rumah tangga, maupun masyarakat. Dari dalam diri, seperti terjadinya
berbagai macam gejala kejiwaan; berupa rasa benci, dendam, stress, dan
sebagainya.Dari dalam rumah tangga, berupa pertengkaran, penyelewengan, dan
sebagainya. Dari dalam masyarakat, lebih banyak lagi, di samping terbawa yang
datang dari dalam diri dan rumah tangga, ditambah dengan sikap mengasingkan
diri, meracuni diri, pemberontakan, dan sebagainya. Dari sekian banyaknya
permasalahan tentang tidak adanya kebahagiaan dalam perkawinan, yang merupakan
bagian akibat permasalahan dari obsesi Mochtar Lubis dalam novel Harimau!
Harimau! yaitu timbulnya kebencian dan penyelewengan istri terhadap suami. Untuk
memperjelas dan membuktikan tentang permasalahan perkawinan yang merupakan
obsesi Mochtar Lubis dalam novel Harimau! Harimau! yaitu tidak adanya kebahagiaan
dalam perkawinan. Perkawinan yang tidak menjanjikan kebahagiaan, malah
kadang-kadang sebaliknya. Besar dan kecilnya kebahagiaan dalam suatu perkawinan
tergantung dari dasar, tujuan, dan proses pelaksanaan. Jika diwudkan dengan
latar belakang yang tegas, tujuan yang jelas, serta dengan proses yang mendalam
maka semakin besarlah nilai dan arti kebahagiaan. Tetapi, jika sebaliknya maka
semakin kecillah nilai dan arti kebahagiaan. Penyebab terjadinya permasalahan
tentang tidak adanya kebahagiaan dalam perkawinan dalam novel Harimau! Harimau!
yaitu tidak jelasnya dasar dan tujuan perkawinan yang sesungguhnya. Perkawinan
bukanlah merupakan manifestasi dari kerelaan dan rasa saling membutuhkan tetapi
dilatarbelakangi oleh keterpaksaan. Jika suatu perkawinan seperti demikian,
sesudahnya banyaklah hal-hal yang dapat meruntuhkan kebahagiaan, yang pada
mulanya tidaklah dapat dianggap sebagai penyebabnya. Yang termasuk pada
kategori ini seperti usia. Faktor inilah yang menjadi penyebab kedua terjadinya
permasalahan perkawinan dalam novel Harimau! Harimau! Suami sudah tua sehingga
istri bosan dan benci pada tingkah dan perangainya. Sehingga puncak dari
keadaan itu, akhirnya timbullah penyelewengan yang dilakukan oleh istri. Adapun
tokoh cerita yang mendukung permasalahan ini, yaitu Siti Rubyah d Vengan Wak
Hitam. Kedua tokoh ini tidak berbahagia dalam perkawinannya, terutama bagi
Rubyah. Akibat dari perkawinan yang tidak membawa kebahagiaan, akhirnya
menimbulkan sifat ketidaksetiaan pada diri Siti Rubyah. Dia tidak lagi
menjadikan suaminya sebagai tempat untuk mencurahkan segala kasih sayangnya. Karena
Rubyah tidak mendapatkan layanan sebagai seorang istri dari Wak Hitam, suaminya
maka timbullah di dalam dirinya usaha untuk mendapatkan hal itu dari Buyung dan
Wak Katok yang singgah di ladangnya. Begitulah akhir dari permasalahan tentang
perkawinan yang dialami oleh Wak Hitam dan Siti Rubyah. Dalam kutipan : Bagaimana jika nanati ternyata Wak Hitam
tidak Rubiyah begitu saja dan apakah dia hendak kawin dengan dengan Siti
Nurbiyah? Bagaiman dengan Zaitub? Dan bagaimana dengan janjinyabdengan Siti
Rubiyah hendak melepaskan dari cengkraman Wak Hitam.(hal 74)
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Berdasarkan analisis di atas
mengenai aspek moral dalam nevel Harimau ! Harimau ! mengandung sebuah
moral yang dapat kita jadikan pelajaran. Moral yang disampaikan tidak hanya
bersifat positif saja, melainkan bersifat negatif juga. Nilai baik dalam moral
tersebut antara lain jujur terhadap diri sendiri, mengakui dosa yang telah di
perbuat selama hidup. Nilai moral dalam novel ini sangatlah erat dengan
kahidupan kita saat ini walaupun novel ini telah ditulis puluhan tahun yang
lalu. Kesabaran, penolong, dan rajin bekerja merupakan aspek moral yang baik
dalam novel ini. Adapun pesan moral yang bisa dipetik dari novel Harimau !
Harimau ! ini ialah: manusia tidak bisa hidup sendiri tanpa ada manusia
lain di sekitarnya. Membuang rasa sombong di mana pun, kapan pun akan menjadi
sikap teladan bagi kita. Jangan pernah enggan untuk menolong orang lain meski
pun kita pernah tersakiti oleh orang lain itu. Dan bunuhlah harimau yang ada
dalam diri kita sebelum membunuh harimau yang sebenarnya. Dalam novel ini juga diceritakan
dengan lengkap dan terperinci bagaimana watak dan kepribadian masing-masing tokoh.
Yang mana di setiap tokoh memiliki kebaikan dan keburukan. Dalam novel ini
diceritakan bahwa mereka bertujuh harus mengakui semua kesalahan-kesalahan yang
pernah diperbuat. Mengapa? Karena mereka menganggap harimau yang
mengejar-ngejar mereka adalah seekor harimau siluman yang diutus Tuhan untuk
membinasakan orang-orang yang berdosa. Namun, tak satupun dari mereka yang
berani untuk menceritakan hal-hal buruk yang pernah mereka lakukan terhadap
satu dan yang lainnya. Salah satu dari mereka menganggap, sebelum membunuh
harimau yang memburu-buru mereka, yang tak kalah pentingnya adalah untuk
membunuh terlebih dahulu harimau yang berada dalam diri sendiri. Lalu, apa yang
terjadi berikutnya? Apakah mereka akan mengaku akan perbuatan dosa yang telah
diperbuat agar terelak dari bahaya yang mengancam? Namun, apakah benar, harimau
itu adalah seekor harimau siluman?
Novel
ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, bahasa Belanda, bahasa Jerman,
dan sebuah terjemahan dalam bahasa Jepang pun sedang dilakukan. Adapun bahasa
yang digunakan dalam novel ini memiliki nilai sastra yang tinggi, sehingga
novel ini mendapat Hadiah Yayasan Buku Utama sebagai buku penulisan sastra
terbaik di tahun 1975.
Namun,
karena penggunaan bahasanya yang tinggi itu sehingga sulit bagi para pembaca
awam untuk memahaminya. Kemudian, terdapat beberapa kesalahan penulisan dari
novel ini seperti, kata “tupaipun” pada halaman 27 baris 17, yang mana
seharusnya ditulis terpisah. Selain itu, menurut saya, banyak terdapat
kalimat-kalimat yang tidak sepantasnya ditulisnya atau diceritakan dalam novel
ini apabila dibaca oleh siswa, contohnya pada halaman 47 paragraf 4 si penulis
terlalu mendeskripsikan hal-hal tabu pada salah satu tokoh. Disamping itu
semua, secara keseluruhan, isi dari novel ini layak untuk dibaca di setiap
kalangan.
B.
DAFTAR PUSTAKA
Lubis, Mochtar. 2002.
“Harimau! Harimau!”. Edisi kedua, cetakan kedua, Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia
ini yang kucari.. :)
BalasHapusterimakasih infonya...
Terimakasi ini sangat membantu
BalasHapusterima kasih kak, tugas ku sangat terbantu :)))
BalasHapus